Malaikatku Yang Renta
Ibu adalah sosok manusia yang paling kuat, bahkan kadang kuatnya melebihi ayah. Itu yang aku rasakan pada ibuku. Beban seberat apapun mampu ia pikul sendiri, apalagi semenjak kepergian ayah beberapa tahun lalu. Satu orang dipundak saja sudah berat, apalagi ibu menanggung beban 3 anak sekaligus.
Aku dan kedua adikku melihat dengan mata sendiri betapa tangguh malaikat itu. "Sini aku bantu bu.." ucap adikgku suatu hari melihat ibu sedang menggendong suatu keranjang penuh pakaia untuk dijemur. Ia hanya tersenyum melihat adikku yang membantunya.
Ibu sama sekali tidak pernah mengeluh padahal kami tahu ibu sangat letih, pusing, bingung dan mungkin juga takut membesarkan anak-anaknya sendiri. Sama sekali tak pernah terlihat ia lemah, kecuali melalui tatap matanya yang bening.
"Nak, kamu sudah mulai besar, bantu ibu cari uang yaa, kasihan adik-adikmu masih sekola," Ucapnya suatu malam.
"Iyaa bu, aku pasti akan membantu ibu.." ucapku menahan pilu.
Meski butuh bantuan, aku tahu bahwa ibu sebenarnya tidak ingin meminta bantuan dariku. Jauh dimatanya terlihat jelas bahwa ia hanya ingin mengajariku untuk mandiri, untuk membekali aku dengan keterampilan. Sebagai malaikat ibu selalu bisa menjadi pelindung & memberikan solusi atas semua masalah yang kami hadapi. Menjadi tempat mengadu, menjadi tempat melampiaskan sumpah serapah, IBU adalah segala-galanya bagi kami.
"Kak, kasihan ibu, sekarang ibu sudah tidak sekuat dulu.."
"Iya benar. Makanya kamu yang rajin belajar, sudah tidak perlu terlalu banyak main".
"Iya kak, tapi aku ingin membantu ibu jualan.."
"Tidak usah, biar kakak saja, Kamu belajar saja yang rajin. Lagipula sebentar lagi kakak lulus kuliah, mudah-mudahan kakak bisa segera mencari uang untuk kebutuhan kita..".
"Baik kak".
Sebagai seorang anak, kami merasakan benar bagaimana perih & pahit yang ibu rasakan. Bayangkan saja, tiga anak yang masih sekolah. Satu diperguruan tinggi, di SMA dan SMP. Tapi dialah malaikat kami yang bahkan sampai mulai renta seperti saat ini ia terus berjuang dan berkorban.
Bukan hanya memenuhi kebutuhan kami, tapi juga mendidik dan memberikan tauladan. Ibu dengan sabar & pandai selalu memberikan contoh yang baik hingga kami bertiga tidak cengeng seperti anak lain.
Aku sebagai anak tertua sudah tidak takut letih, bahkan sampai malam aku terus membantu ibu membuka warung makan. Dikampus aku jugak tidak kalah dengan yang lain, sering mendapatkan nilai terbaik, bahkan sudah di tawari untuk bekerja di perusahaan ternama. Adikku yang masih SMA pun cukup mandiri, ia tidak pernah berontak dan meminta sesuatu yang tidak berguna. Padahal anak seumur dia apalagi cowok, banyak tingkah tetapi dia tidak. Ia bahkan dengan setia membantu ibu mencuci piring, bahkan menyapu lantai. Sibungsu pun dari kecil sudah mandiri, hanya saja ia sedikit manja, terutama kepada kakak-kakaknya. Tapi begitulah, kami semua mendapatkan pendidikan yang sangat baik dari sang MALAIKAT.
Kini masa kejayaan ibu sudah mulai surut, langkahnya kian tertatih. Kulitnya kini sudah mulai keriput, bahkan pendengarannya pun mulau berkurang. Sakit dan perih sebenarnya melihat sang MALAIKAT renta ku itu.
Waktu berlalu, aku kini sudah bekerja. Aku ingin segera menikah agar tidak jadi beban pikiran lagi. Tapi ibu bersikeras, ia tidak memaksa ku menikah meski ia sadar benar usianya sudah tak lama.
"Biarlah nak tidak usah dipaksakan, kalau jodoh kamu sudah datang ibu akan ikhlas, tapi sekarang kamu tidak akan pernah menjadi beban ibu.
Tapi kami sepakat, ibu harus istirahat mengurangi semua aktivitas. Akhirnya, aku meminta adikku untuk lebih banyak meluangkan waktu mengurus warung makan. Sementara sibungsu aku tugaskan untuk lebih sering bersama ibu.
Segala kebutuhan hidup kini aku yang menanggung dari hasil kerja di kantor, sehingga ibu sudah bisa sedikit tenang & tak takut kurang uang. Aku dan kedua adikku bertekad dan berjanji untuk memberikan yang terbaik bagi masa tua MALAIKAT kami itu. Dan kini, senyuman malaikat renta itu selalu menghiasi kehidupan keluaga kami.
THANK YOU😊